Luka di dalam Luka
Dalam lamunan bergelantungan kenangan dengan kisahMenari mengikuti alunan udara membawa
Satu persatu terhapus dalam pandangan
Pupus, mungkinkah di antara kita ada yang melakukannya?
Rasa tak akur pada jarak
Terlalu memisahkan tangan pada ketidaksanggupan
Tak mengapa sekiranya rambut memutih dalam peraduan
Tapi, jika waktu melemahkan raga di taman tanpa kepastian
Apa kau pun ingin seperti itu?
Telah habis topeng untuk menafikan semesta tengah menertawaiku
Kapan kau datang untuk melerai sepiku dalam akad keadaan?
Sudah kucoba merendam diri dalam lautan kata
Sekadar menenggelamkan keraguan pada kemarau yang berkepanjangan
Tunas rindu terus tumbuh
Tapi apa gunanya bila tak dilepas dahaganya?
Tanpa pasilan mengusik
Kau juga akan tahu apa yang terjadi
Ribuan jam menampar kesabaran
Memaksaku untuk menyudahi cerita yang terasa diludahi
Pagi buta mendengar kokokan ayam jantan
Tengah malam dihibur nyanyian jangkrik
Dan pidato burung hantu yang membosankan
Sekiranya bisa kau lihat hati ini
Akan kau dapati rindu yang membangkai dan terkafani
Jantung membusuk dan berulat melawan detik-detik yang menguliti
Apakah kau akan melahirkan bulir-bulir bening?
Pada rahim matamu yang sudah lama tak menyentuh mataku
Atau mengatakan : Nanti juga akan baik sendiri
Apa aku terlalu baik untukmu?
Kalau begitu, ajari aku menjadi jahat
Apa aku terlalu berharap dan mencintaimu?
Kalau begitu, berikan aku rumus untuk mengurangi kadarnya
Telanjang rasa ini pada alam
Tanpa rajutan kuutarakan semuanya ke gugusan ilalang
Rerumputan, bebatuan dan guguran dedaunan
Semuanya telah tahu tentang apa yang kurengek dalam tanggung
Meromok di bangku taman
Berharap kau datang, merangkul dari belakang
Menawari cincin pernikahan
Selalu dari derai hujan renyai aku berdoa
Di penghujung rintikan ada pengabulan
Kun fayakun!
Terjadi, maka terjadilah!
Kutegakkan dagu, menatap ke ruas-ruas persimpangan
Dari ujung jalan, retina mengupas kabut
Menangkap bayangan seorang lelaki
Dan itu kau
Yang pernah membuat detakan jantung hari ini
Seperti pertama berjumpa dulu
Kaki dan air mata tak sanggup menahan kerinduan
Gemetar bibir sembari berdiri untuk menyambut
Aku berlari dengan segenap rasa yang kukuatkan
Semakin dekat, semakin pelan menjejak
Selepas seorang perempuan berjalan dari belakangmu
Sambil meraih tangan kirimu
Dan memanggilmu “sayang”
Bisa-bisanya kau tanyakan kabarku
Dengan lemparan senyum yang tak sadar
Akulah perempuan yang mungkin kau anggap patung
Bertahan dalam kebodohan
Kau suap telapak tangan ini dengan kepahitan
Memberikan pemberitahuan dalam surat undangan
Tanpa penjelasan, kau berbalik meninggalkan
Tinggallah aku di sini
Kepada tanya, “siapa di puisiku?”
Adalah kau yang kubaitkan
Lelaki pemberi luka di dalam luka
Bone, 05 April 2018
Di atas adalah salah satu puisi luar biasa karya Muhammad Idsan. Sebagian besar karyanya bisa dilihat di channel YouTube Muhammad Idsan berupa video-video puisi yang dibawakan langsung oleh beliau. Jangan lupa subscribe channelnya ya Sahabat. Semoga menghibur dan terima kasih.
Komentar
Posting Komentar