Materi Standup - Who Am I? Siapa Saya?
(Gaya self desctruction, menyerang diri sendiri)
===
Kenalin nama gua Fani Fadilah. Ya, bener. Fani Fadilah. Kalian enggak salah denger, kok.
Mungkin yang ada di benak kalian pas denger Fani Fadilah, orangnya itu cantik, montok, seksi, tinggi semampai, dan sebagainya. Tapi ternyata Fani Fadilah yang ini malah kayak kaleng susu Bear Brand.
Gua juga sebenarnya ngerasa aneh dengan nama Fani Fadilah ini, sementara gua cowok.
Gara-gara itu juga, gua nggak pede kalau kenalan sama cewek. Orang-orang tuh enak kalau kenalan, misalnya ...
"Hai, kenalan, dong. Gua Dimas."
"Oh iya, aku Tuti." Gitu doang, kelar.
"Hai, boleh kenalan, nggak? Aku Syahid."
"Iya boleh, aku Dewi." Udah, kelar.
Giliran gua, enggak semudah itu ....
"Hmmm, halo cewek, boleh kenalan?"
"Iya boleh. Siapa namanya?"
"Nama gua Fani Fadilah."
"Eh, iya, Mbak. Transgender emang lagi trend, kok. Ehehe," ucapnya sambil pergi menjauh. Gagal kenalan.
Selain pas kenalan yang jadi aneh, punya nama kek perempuan tuh enggak enak. Soalnya orang-orang kampret ini suka enggak percaya.
"Namanya siapa?"
"Fani Fadilah, Bang."
"Masa, sih? Kayak nama cewek."
"Iya beneran, Bang."
"Coba sini lihat KTP-nya."
Gua kasih lihat, 'kan. Tau-tau nama gua dipake buat pinjaman onlen. Bedebaaaah!
===
Gua ini badannya kurus. Kurus banget. Saking kurusnya, nih, gua kalo dikerokin langsung nembus tulang.
Orang-orang kalo dicubit, yang kerasa tuh di kulit atau daging. Kalau gua, langsung kerasa di tulang.
Jadi orang kurus itu nggak enak lho. Soalnya gampang kena masuk angin. Gua nih, masuk angin udah jadi rutinitas. Eh bukan, tapi hobi. Soalnya hampir seminggu sekali selalu masuk angin. Bahkan saking seringnya masuk angin, gua kalo nggak masuk angin bisa sakau, lho.
"Lu gelisah banget. Kangen pacar, ya?"
"Bukan, gua kangen masuk angin."
Gitu.
Dulu pas masih sekolah berarti gua sering berbohong. Setiap ditanya punya hobi apa, gua bilang atau nulisnya mempunyai hobi menulis, membaca, menghina pemerintahan, dan sebagainya.
Tapi ternyata itu semua nggak selalu gua lakukan. Berarti selama ini gua bohong, itu bukan hobi gua.
Harusnya dulu gua tulis kalo hobi gua itu masuk angin, ya.
Misalnya gitu ....
"Dimas, hobi kamu apa?"
"Bersepeda, Bu."
"Bagus, Nak!"
"Syahid, hobi kamu apa?"
"Bermain bola, Bu."
"Bagus, Nak!"
"Nah, kalau kamu, apa hobinya, Fani?"
"Masuk angin, Bu."
"Hah apa? Dasar murid stres. Coba kamu ke sini!" gurunya kesel dan bingung.
"Kenapa, Bu?"
"Sini biar ibu kerokin."
===
Selain sering kena masuk angin, jadi orang kurus juga sering di-bully. Soalnya kebanyakan--nggak semua ya--kebanyakan orang kurus itu nggak bisa angkat yang berat-berat. Misal angkat perekonomian negara gitu biar meroket. Gua nggak bisa. Beneran, dah.
Becanda-becanda. Gua nih kalau angkat beras sekarung, yang ada malah gua yang diangkat sama berasnya.
"Udahlah lu diem-diem aja. Biar gua yang angkat elu," kata berasnya. "Kasian gua."
Sedih banget, deh.
Udah gitu, jadi orang kurus itu kalau di angkot suka nggak dianggap. Misalnya nih, bangku udah penuh, tapi karena gua kurus, jadi dianggapnya masih muat.
"Itu geser yang kurus masih bisa," kata sopirnya.
Setiap ada penumpang, bilangnya kayak gitu terus. Gua disuruh geser.
Lama-lama gua duduknya di knalpot angkot.
Terus ada hal yang gua aneh sama orang-orang yang suka meledek orang kurus. Katanya, "Meluk orang kurus itu enggak enak. Enggak berasa soalnya."
Ini aneh, deh. Meluk yang berasa tuh kayak gimana? Kalo mau berasa, peluk aja pohon bunga mawar, peluk pohon kapuk, peluk istri orang. Nah itu berasa dah, berasa digebuk1n sama suaminya.
Karena kurus, urat di tangan gua nih jadi keliatan jelas, Gaes. Apalagi kalau misal keadaan tangan lagi ditekan ke meja, misalnya. Itu urat-urat gua tiba-tiba nongol. Udah kayak temen mau minjem duit pas tanggal muda.
Terus soal urat ini, gua punya cerita. Jadi pas semasa SMK, ada temen kelas gua yang fobia kalau ngeliat urat. Jadi, kalian tau, 'kan betapa tersiksanya gua?
Temen gua ini namanya Mita. Nama lengkapnya Mita nomor WA-nya, dong. Enggak-enggak.
Pokoknya nama dia Mita. Dia ini suka menjerit terus nyuruh gua ngejauh pas dia ngeliat urat gua. Padahal, kan salah dia, suruh siapa ngeliatin urat gua ya, 'kan?
"Iiiih ... Fani! Itu uratnya keliatan." Gua diusir.
Kadang nggak sengaja gua di deket dia. Dia teriak lagi.
"Iiiih .. Fani! Itu uratnya keliatan, sana." Gua diusir lagi.
Pas dia teriak kayak gitu, biasanya gua langsung menjauh. Terus nutupin pergelangan tangan gua pake almamater SMK.
Tapi namanya lupa, 'kan. Secara nggak sengaja tetep aja kadang suka bikin dia ketakutan.
"Iiiih ... Fani! Itu ...." Dia teriak lagi. Gua tengok tangan, perasaan pake lengan panjang, ketutupan dong uratnya.
"Apaan sih, Mit?" Gua penasaran, dong.
"Iiiih, itu resletingnya terbuka. Itunya kelihatan." Buset. Malu banget.
Gua jadi heran sama diri sendiri. Orang-orang tuh bakatnya yang menonjol. Lah kalo gua? Malah uratnya yang menonjol.
Gua kalo beli bakso urat, jadi lebih irit.
"Bang beli bakso, tapi bakso biasa aja."
"Di sini adanya bakso urat, Bang."
"Iya gapapa. Kasih saya bakso biasa aja, uratnya ada di tangan saya."
"Oke." Akhirnya tangan gua dir3bus. Kok malah jadi psikopat ya tukangnya?
===
Terus nih, gua suka diledekin sama temen-temen karena cara jalannya gua. Mereka bilang, gua jalannya kayak cewek. Padahal serius ya, ini gua jalan enggak dibuat-buat. Tapi emang begini adanya. Gua kan jadi penasaran, cara jalan laki-laki tuh kayak gimana, sih?
"Gini. Jalannya tegap, nggak letoy juga. Berwibawa gitu." Temen gua ngasih contoh. Gua lihatin.
Terus gua coba praktikkan, dong. Setelah beberapa kali percobaan, akhirnya bisa.
"Nah sekarang kan udah bisa. Coba gih, lu kenalan sama cewek. Noh ceweknya."
Gua jalan sesuai yang tadi diajarkan, berhasil. Merasa keren banget dong gua.
"Hai! Boleh kenalan?"
"Iya. Aku Riska. Kamu?"
"Fani Fadilah," jawab gua dengan satu tarikan napas. Cool banget, dah!
"Eh, iya, Mbak. Transgender emang lagi trend, kok. Ehehe." Sialan. Gagal lagi.
*
Bogor, 23 Agustus 2021.
(Gaya self desctruction, menyerang diri sendiri)
===
Kenalin nama gua Fani Fadilah. Ya, bener. Fani Fadilah. Kalian enggak salah denger, kok.
Mungkin yang ada di benak kalian pas denger Fani Fadilah, orangnya itu cantik, montok, seksi, tinggi semampai, dan sebagainya. Tapi ternyata Fani Fadilah yang ini malah kayak kaleng susu Bear Brand.
Gua juga sebenarnya ngerasa aneh dengan nama Fani Fadilah ini, sementara gua cowok.
Gara-gara itu juga, gua nggak pede kalau kenalan sama cewek. Orang-orang tuh enak kalau kenalan, misalnya ...
"Hai, kenalan, dong. Gua Dimas."
"Oh iya, aku Tuti." Gitu doang, kelar.
"Hai, boleh kenalan, nggak? Aku Syahid."
"Iya boleh, aku Dewi." Udah, kelar.
Giliran gua, enggak semudah itu ....
"Hmmm, halo cewek, boleh kenalan?"
"Iya boleh. Siapa namanya?"
"Nama gua Fani Fadilah."
"Eh, iya, Mbak. Transgender emang lagi trend, kok. Ehehe," ucapnya sambil pergi menjauh. Gagal kenalan.
Selain pas kenalan yang jadi aneh, punya nama kek perempuan tuh enggak enak. Soalnya orang-orang kampret ini suka enggak percaya.
"Namanya siapa?"
"Fani Fadilah, Bang."
"Masa, sih? Kayak nama cewek."
"Iya beneran, Bang."
"Coba sini lihat KTP-nya."
Gua kasih lihat, 'kan. Tau-tau nama gua dipake buat pinjaman onlen. Bedebaaaah!
===
Gua ini badannya kurus. Kurus banget. Saking kurusnya, nih, gua kalo dikerokin langsung nembus tulang.
Orang-orang kalo dicubit, yang kerasa tuh di kulit atau daging. Kalau gua, langsung kerasa di tulang.
Jadi orang kurus itu nggak enak lho. Soalnya gampang kena masuk angin. Gua nih, masuk angin udah jadi rutinitas. Eh bukan, tapi hobi. Soalnya hampir seminggu sekali selalu masuk angin. Bahkan saking seringnya masuk angin, gua kalo nggak masuk angin bisa sakau, lho.
"Lu gelisah banget. Kangen pacar, ya?"
"Bukan, gua kangen masuk angin."
Gitu.
Dulu pas masih sekolah berarti gua sering berbohong. Setiap ditanya punya hobi apa, gua bilang atau nulisnya mempunyai hobi menulis, membaca, menghina pemerintahan, dan sebagainya.
Tapi ternyata itu semua nggak selalu gua lakukan. Berarti selama ini gua bohong, itu bukan hobi gua.
Harusnya dulu gua tulis kalo hobi gua itu masuk angin, ya.
Misalnya gitu ....
"Dimas, hobi kamu apa?"
"Bersepeda, Bu."
"Bagus, Nak!"
"Syahid, hobi kamu apa?"
"Bermain bola, Bu."
"Bagus, Nak!"
"Nah, kalau kamu, apa hobinya, Fani?"
"Masuk angin, Bu."
"Hah apa? Dasar murid stres. Coba kamu ke sini!" gurunya kesel dan bingung.
"Kenapa, Bu?"
"Sini biar ibu kerokin."
===
Selain sering kena masuk angin, jadi orang kurus juga sering di-bully. Soalnya kebanyakan--nggak semua ya--kebanyakan orang kurus itu nggak bisa angkat yang berat-berat. Misal angkat perekonomian negara gitu biar meroket. Gua nggak bisa. Beneran, dah.
Becanda-becanda. Gua nih kalau angkat beras sekarung, yang ada malah gua yang diangkat sama berasnya.
"Udahlah lu diem-diem aja. Biar gua yang angkat elu," kata berasnya. "Kasian gua."
Sedih banget, deh.
Udah gitu, jadi orang kurus itu kalau di angkot suka nggak dianggap. Misalnya nih, bangku udah penuh, tapi karena gua kurus, jadi dianggapnya masih muat.
"Itu geser yang kurus masih bisa," kata sopirnya.
Setiap ada penumpang, bilangnya kayak gitu terus. Gua disuruh geser.
Lama-lama gua duduknya di knalpot angkot.
Terus ada hal yang gua aneh sama orang-orang yang suka meledek orang kurus. Katanya, "Meluk orang kurus itu enggak enak. Enggak berasa soalnya."
Ini aneh, deh. Meluk yang berasa tuh kayak gimana? Kalo mau berasa, peluk aja pohon bunga mawar, peluk pohon kapuk, peluk istri orang. Nah itu berasa dah, berasa digebuk1n sama suaminya.
Karena kurus, urat di tangan gua nih jadi keliatan jelas, Gaes. Apalagi kalau misal keadaan tangan lagi ditekan ke meja, misalnya. Itu urat-urat gua tiba-tiba nongol. Udah kayak temen mau minjem duit pas tanggal muda.
Terus soal urat ini, gua punya cerita. Jadi pas semasa SMK, ada temen kelas gua yang fobia kalau ngeliat urat. Jadi, kalian tau, 'kan betapa tersiksanya gua?
Temen gua ini namanya Mita. Nama lengkapnya Mita nomor WA-nya, dong. Enggak-enggak.
Pokoknya nama dia Mita. Dia ini suka menjerit terus nyuruh gua ngejauh pas dia ngeliat urat gua. Padahal, kan salah dia, suruh siapa ngeliatin urat gua ya, 'kan?
"Iiiih ... Fani! Itu uratnya keliatan." Gua diusir.
Kadang nggak sengaja gua di deket dia. Dia teriak lagi.
"Iiiih .. Fani! Itu uratnya keliatan, sana." Gua diusir lagi.
Pas dia teriak kayak gitu, biasanya gua langsung menjauh. Terus nutupin pergelangan tangan gua pake almamater SMK.
Tapi namanya lupa, 'kan. Secara nggak sengaja tetep aja kadang suka bikin dia ketakutan.
"Iiiih ... Fani! Itu ...." Dia teriak lagi. Gua tengok tangan, perasaan pake lengan panjang, ketutupan dong uratnya.
"Apaan sih, Mit?" Gua penasaran, dong.
"Iiiih, itu resletingnya terbuka. Itunya kelihatan." Buset. Malu banget.
Gua jadi heran sama diri sendiri. Orang-orang tuh bakatnya yang menonjol. Lah kalo gua? Malah uratnya yang menonjol.
Gua kalo beli bakso urat, jadi lebih irit.
"Bang beli bakso, tapi bakso biasa aja."
"Di sini adanya bakso urat, Bang."
"Iya gapapa. Kasih saya bakso biasa aja, uratnya ada di tangan saya."
"Oke." Akhirnya tangan gua dir3bus. Kok malah jadi psikopat ya tukangnya?
===
Terus nih, gua suka diledekin sama temen-temen karena cara jalannya gua. Mereka bilang, gua jalannya kayak cewek. Padahal serius ya, ini gua jalan enggak dibuat-buat. Tapi emang begini adanya. Gua kan jadi penasaran, cara jalan laki-laki tuh kayak gimana, sih?
"Gini. Jalannya tegap, nggak letoy juga. Berwibawa gitu." Temen gua ngasih contoh. Gua lihatin.
Terus gua coba praktikkan, dong. Setelah beberapa kali percobaan, akhirnya bisa.
"Nah sekarang kan udah bisa. Coba gih, lu kenalan sama cewek. Noh ceweknya."
Gua jalan sesuai yang tadi diajarkan, berhasil. Merasa keren banget dong gua.
"Hai! Boleh kenalan?"
"Iya. Aku Riska. Kamu?"
"Fani Fadilah," jawab gua dengan satu tarikan napas. Cool banget, dah!
"Eh, iya, Mbak. Transgender emang lagi trend, kok. Ehehe." Sialan. Gagal lagi.
*
Bogor, 23 Agustus 2021.
Komentar
Posting Komentar