Langsung ke konten utama

Profil dan Kumpulan Puisi Abdul Hadi W.M

Prof. Dr. Abdul Hadi Wiji Muthari atau dikenal dengan Prof. Dr. Abdul Hadi WM adalah salah satu sastrawan, budayawan dan ahli filsafat Indonesia. Ia dikenal melalui karya-karyanya yang bernafaskan sufistik, penelitian-penelitiannya dalam bidang kesusasteraan Melayu Nusantara dan pandangan-pandangannya tentang Islam dan pluralisme.


Nama lengkap: Abdul Hadi Wiji Muthari
Tanggal lahir: 24 Juni 1946
Tempat lahir: Sumenep, Madura, Jawa Timur
Istri: Tedjawati (Atiek Koentjoro)
Anak: Gayatri Wedotami, Dian Kuswandini, dan Ayusha Ayutthaya
Ayah: K. Abu Muthar
Ibu: RA Sumartiyah atau Martiyah

Pendidikan Abdul Hadi W.M
  • SD, Pesongsongan (1958)
  • SMP, Sumenep (1961)
  • SMA, Surabaya (1964)
  • Fakultas Sastra UGM, Yogyakarta (1964-1967)
  • Fakultas Filsafat UGM (tingkat doktoral, 1971, tidak selesai)
  • Jurusan Antropologi, Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran, Bandung
  • International Writing Program, University of Iowa (1973-1974)
  • Mendalami sastra dan filsafat di Hamburg, Jerman
  • Mengambil gelar master dan doktor filsafat di Universiti Sains Malaysia, Penang, Malaysia (1992)

Karir Abdul Hadi W.M
  • Redaktur Gema Mahasiswa UGM (1967-1968)
  • Redaktur Mahasiswa Indonesia Edisi Jawa Tengah (1969-1970)
  • Redaktur Mahasiswa Indonesia Edisi Jawa Barat (1971-1974)
  • Redaktur Pelaksana Budaya Jaya (1977-1978)
  • Redaktur majalah Kadin (1979-1981)
  • Redaktur Balai Pustaka (1981-1983)
  • Redaktur jurnal kebudayaan Ulumul Qur'an
  • Redaktur Budaya Berita Buana (1979-1990)
  • Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta (1983)
  • Anggota Lembaga Sensor Film (2000)
  • Ketua Dewan Kurator Bayt al-Qur'an dan Museum Istiqlal
  • Ketua Majlis Kebudayaan Muhammadiyah
  • Anggota Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)
  • Anggota Dewan Penasihat PARMUSI (Persaudaraan Muslimin Indonesia)
  • Dosen Universitas Paramadina (sekarang)
  • Dosen luar biasa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (sekarang)
  • Dosen pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta (sekarang)
  • Dosen pascasarjana The Islamic College for Advanced Studies (ICAS) London kampus Jakarta (sekarang)

Penghargaan Abdul Hadi W.M
  • Hadiah Puisi Terbaik II Majalah Sastra Horison (1969)
  • Hadiah Buku Puisi Terbaik Dewan Kesenian Jakarta (1978)
  • Anugerah Seni Pemerintah Republik Indonesia (1979)
  • South-East Asia (SEA) Write Award, Bangkok, Thailand (1985)
  • Anugerah Mastera (Majelis Sastra Asia Tenggara) (2003)
  • Penghargaan Satyalancana Kebudayaan Pemerintah Republik Indonesia (2010)

Puisi-Puisi Karya Abdul Hadi W.M

LAGU DALAM HUJAN

Merdunya dan merdunya
Suara hujan
Gempita pohon-pohonan
Menerima serakan
Sayap-sayap burung

Merdunya dan merdunya
Seakan busukan akar pohonan
Menggema dan segar kembali
Seakan busukan daungladiola
Menyanyi dalam langsai-langsai pelangi biru
Memintas-mintas cuaca

Merdunya dan merdunya
Nasib yang bergerak
Jiwa yang bertempur
Gempita bumi
Menerima hembusan
Sayap-sayap kata

Ya, seakan merdunya suara hujan
Yang telah menjadi kebiasaan alam
Bergerak atau bergolak dan bangkit
Berubah dan berpindah dalam pendaran warna-warni
Melintas dan melewat dalam dingin dan panas

Merdunya dan merdunya
Merdu yang tiada bosan-bosannya
Melulung dan tiada kembali
Seakan-akan memijar api

1970

AMSAL SEEKOR KUCING

Selalu tak dapat kulihat kau dengan jelas
Padahal aku tidak rabun dan kau tidak pula bercadar
Hanya setiap hal memang harus diwajarkan bagai semula:
Selera makan, gerak tangan, gaya percakapan, bayang-bayang kursi
Bahkan langkah-langkah kehidupan menuju mati

Biarlah kata-kataku ini dan apa yang dipercakapkan
bertemu bagai dua mulut yang lagi berciuman
Dan seperti seekor kucing yang mengintai mangsanya di dahan pohon
Menginginkan burung intaiannya bukan melulu kiasan

1975

LA CONDITION HUMAINE

Di dalam hutan nenek moyangku
Aku hanya sebatang pohon mangga
-- tidak berbuah tidak berdaun –
Ayahku berkata, “Tanah tempat kau tumbuh
Memang tak subur, nak!” sambil makan
buah-buahan dari pohon kakekku dengan lahapnya

Dan kadang malam-malam
tanpa sepengetahuan istriku
aku pun mencuri dan makan buah-buahan
dari pohon anakku yang belum masak

1975

LARUT MALAM, HAMBURG MUSIM PANAS

Laut tidur. Langit basah
Seakan dalam kolam awan berenang
Pada siapakah menyanyi gerimis malam ini
Dan angin masih saja berembus, walau sendiri

Dan kita hampir jauh berjalan:
Kita tak tahu ke mana pulang malam ini
Atau barangkali hanya dua pasang sepatu kita
Bergegas dalam kabut, topiku mengeluh
Lalu jatuh

Atau kata-kata yang tak pernah
sebebas tubuh

Ketika terbujur cakrawala itu kembali
dan kita serasa sampai, kita lupa
Gerimis terhenti antara sauh-sauh yang gemuruh
Di kamar kita berpelukan bagai dua rumah yang mau rubuh

1974

WINTER, IOWA 1974

langit sisik yang serbuk, matahari yang rabun
menarilah dari rambutnya yang putih beribu kupu-kupu
menarilah dan angin yang bising di hutan dan gurun-gurun
menarilah, riak sungai susut malam-malam ke dasar lubukku

1974

RAMA-RAMA

rama-rama, aku ingin rasamu yang hangat
meraba cahaya
terbanglah jangan ke bunga, tapi ke laut
menjelmalah kembang di karang

rama-rama, aku ingin rasamu yang hangat
di rambutmu jari-jari matahari yang dingin
kadang mengembuni mata, kadang pikiran
melimpahinya dengan salju dan hutan yang lebat

1974

DINI HARI MUSIM SEMI

Aku ingin bangun dini hari, melihat fajar putih
memecahkan kulit-kulit kerang yang tertutup –
Menjelang tidur kupahat sinar bulan yang letih itu
yang menyelinap dalam semak-semak salju terakhir
ninabobo yang menentramkan, kupahatkan padanya
sebelum matahari memasang kaca berkilauan

Tapi antara gelap dan terang, ada dan tiada
Waktu selalu melimpahi langit sepi dengan kabut dulu
lalu angin perlahan-lahan dan ribut memancarkan pagi
-- burung-burung hai ini, sedang musim dingin yang hanyut
masih abadi seperti hari kemarin yang mengiba
harus memakan beratus-ratus masa lampauku

BAYANG-BAYANG

Mungkin kau tak harus kabur, sela
bayang-bayangmu
yang menjauh dan menghindar
dari terang lampu

Ia selalu menjauh dan menghindar
dari terang lampu
Ia selalu mondar mandir
mencari-cari bentuk dan namanya
yang tak pernah ada

1974

DALAM GELAP

Dalam gelap bayang-bayang bertemu dengan jasadnya yang telah menunggu
di sebuah tempat
Mereka berbincang-bincang untuk mengalahkan tertang dan sepakat
mengha-dapi terang yang kurang baik perangainya
Karena itu dalam terang bayang-bayang selalu berobah-robah menggeser-geserkan dirinya dan ruang untuk menipu terang
Dan jasad selalu siap melindungi bayang-bayangnya dari terang sambil menciptakan gelap dengan bayang-bayangnya dari sinar terang

1974

MAUT DAN WAKTU

Kata maut: Sesungguhnya akulah yang memperdayamu pergi mengembara sampai tak ingat rumah
menyusuri gurun-gurun dan lembah ke luarmasuk ruang-ruang kosong jagad raya mencari suara merdu Nabi Daud yang kusembunyikan sejak berabad-abad lamanya

Tidak, jawab waktu, akulah yang justru memperdayamu sejak hari pertama Qabi kusuruh membujukmu
memberi umpan lezat yang tak pernah menge-nyangkan hingga kau pun tergiur ingin lagi dan
ingin lagi sampai gelisah dari zaman ke zaman mencari-cari nyawa Habil yang kau kira fana
mengembara ke pelosok-pelosok dunia bagaikan Don Kisot yang malang

1974

AKU BERIKAN

Aku berikan seutas rambut padamu untuk kenangan
tapi kau ingin merampas seluruh rambutku dari kepala
Ini musim panas atau bahkan tengah musim panas
langkahmu datang dan pergi antara ketokan jam yang berat

Mengapa jejak selalu nyaring menjelang sampai
daun-daun kering risik di pohon ingin berdentuman
ke air selokan yang deras
langkahmu datang dan pergi antara ketokan jam yang berat

Aku berikan sepotong jariku padamu untuk kaubakar
tapi kau ingin merampas seluruh tanganku dari lengan
Ini musim atau akhir musim panas aku tak tahu
Burung-burung kejang di udara terik seakan penatku padamu

Maka kujadikan hari esokku rumah
Tapi tak sampai rasanya hari iniku untuk berjumpa

1974

MALAM TELUK

Malam di teluk
menyuruk ke kelam
Bulan yang tinggal rusuk
padam keabuan

Ratusan gagak
Berteriak
Terbang menuju kota

Akankah nelayan kembali dari pelayaran panjang
Yang sia-sia? Dan kembali
Dengan wajah masai
Sebelum akhirnya badai
mengatup pantai?

Muara sempit
Dan kapal-kapal menyingkir pergi
Dan gonggong anjing
Mencari sisa sepi

Aku berjalan pada tepi
Pada batas
Mencari
Tak ada pelaut bisa datang
Dan nelayan bisa kembali
Aku terhempas di batu karang
Dan luka diri

1971

KADANG

Kadang begitu seringnya
ciuman letih pada bibirmu
menghabiskan tetes demi tetes airmatanya sendiri
dan kenangan lain yang lebih sedih mekar karenanya

Daging bagai retasan-retasan arang oleh api
tapi toh seakan abadi
Dan mereka yang menganggapnya tak abadi
karena cemas akan cintanya sendiri

Begitu diambilnya langkah: Ia seperti setangkai api
Pada sehelai kertas yang baru dituliskan
Seseorang atau entah rangkulan yang menggetarkan
mengambil getaran itu lagi
dan aku adalah getaran itu sendiri

1971

SEHABIS HUJAN KECIL

Retakan hujan yang tadi jatuh, berkilau
Pada kelopak kembang yang memerah
Antara batu-batu hening merenungi air kolam
Angin bercakap-cakap, sehelai daun terperanjat dan lepas

1972

GERIMIS

I
Seribu gerimis menuliskan kemarau di jendela
Basah langit yang sampai melepaskan senja
Bersama gemuruh yang dilemparkan jarum jam, kata-kata
bermimpilah bunga-bunga menyusun kenangannya
dari percakapan terik dan hama

“Kau toreh bibirnya yang merkah,” kata hama
“Dan kuhisap isi jantungnya yang masih merah”

II
Kenapa ia tak terkulai
Dan masih bertahan juga
Dan bersenyum pada surya
yang mengunyah-ngunyah airmatanya

III
Untukku ingar itu pun senantiasa menyurat
Atau mimpi
Tapi angin masih saja menggigil
Mendesakkan pago

IV
Tuhan, kau hanya kabar dari keluh

V
Burung-burung pun
asing di sana
karena jarak dan bahasa

1971

NYANYIAN KABUT

Kabut biru semata. Biru. Ada cahaya berisik
helaan angin, lalu percakapan
Kunamakan senandungmu lengang, udara
Berangkat cuaca malam dan ke mana kata-kata

Dan dalam kabut bisik-bisikmu jelaga

Kadang kudengarkan itu sengau yang lepas
dari laringnya, kadang kudengarkan itu
lembar-lembar jatuh dari kenangannya
Kadang kudengarkan itu
doa shalat sebelum sujud diselesaikan

Dan seseorang bangun bagiku
menyalakan lampu sebelum malam

1971

EPISODE

Ombak-ombak ini tidak perih, tidak enggan
merendam ketam-ketam, sinar keong
Pun tidak percuma menungging awam
yang kadang kala murung dekat pencakar

Lentera-lentera kapal yang merah keabuan
kadang seperti mata kanak-kanak
yang melahirkan dongengan (malam
menyebrangi selat dan) melemparkan
biji-biji anggrek di sana

Dan kadang: antara kelam, tidur aku!
Perahu-perahu yang dulu membawamu itu
dalam pelayaran panjang dan telah balik lagi
dengan layar-layar dari dukaku yang pulang
enggan

1973

LAUT

Dan aku pun memandang ke laut yang bangkit ke arahku
selalu kudengar selamat paginya dengan ombak berbuncah-buncah
dan selamat pagi laut kataku pula, siapa bersamamu menyanyi setiap malam
menyanyikan yang tak ada atau pagi atau senja? atau kata-kata
laut menyanyi lagi, laut mendengar semua yang kubisikkan padanya perlahan-lahan
selamat pagi laut kataku dan laut pun tersenyum, selamat pagi katanya
suaranya kedengaran seperti angin yang berembus di rambutku, igauan waktu di ubun-ubun
dan di atas sana hanya bayang-bayang dari sinar matahari yang kuning keperak-perakan
dan alun yang berbincang-bincang dengan pasir, tiram, lokan dan rumput-rumput di atas karang
dan burung-burung bebas itu di udara bagai pandang asing kami yang lupa
selamat pagi laut kataku dan selamat pagi katanya tertawa-tawa
kemudian bagai sepasang kakek dan nenek yang sudah lama bercinta kami pun terdiam
kami pun diam oleh tulang belulang kami dan suara sedih kami yang saling geser dan terkam menerkam
kalau maut suatu kali mau mengeringkan tubuh kami biarlah kering juga air mata kami
atau bisikan ini yang senantiasa merisaukan engkau: siapakah di antara kami
yang paling luas dan dalam, air kebalaunya atau hati kami tempat kabut dan sinar selam menyelam?

Tapi laut selalu setia tak pernah bertanya, ia selalu tersenyum dan bangkit ke arahku
laut melemparkan aku ke pantai dan aku melemparkan laut ke batu-batu karang
andai di sana ada perempuan telanjang atau kanak-kanak atau saatmu dipulangkan petang
laut tertawa padaku, selamat malam katanya dan aku pun ketawa pada laut, selamat malam kataku
dan atas selamat malam kami langit tergunang-guncang dan jatuh ke cakrawala senja
begitulah tak ada sebenarnya kami tawakan dan percakapkan kecuali sebuah sajak lama:
aku cinta pada laut, laut cinta padaku dan cinta kami seperti kata-kata dan hati yang mengucapkannya

1973

KUSEBUT

Kusebut kata-kata engganmu detik jam
Gemersik berat dihela jarumnya
Senandungmu mengalun bagai desau angin ribut
jatuh ke pelimbahan air perlahan-lahan
Kabut yang senantiasa berjkalan dari dinding ke dinding
membalik-balik beribu percakapan
dan didapatkannya nama-nama asing yang tak ada orangnya

Kabut yang mengatakan sebuah luka
Yang meluas dan mengendap jadi palung di dada
dan palung itu mengisap jantung kita

Dan malam yang senantiasa berdiri di luar
berdiri berjaga mendengarkan yang bakal tak sampai
Dan bayang-bayang terangnya di bawah lampu
bernyanyi gelisah melalui gang yang satu ke gang yang lainnya

1973

CINTA

Cinta serupa laut
selalu ia terikat pada arus
Setiap kali ombak bertarung
Seperti tutur kata dalam hatimu
Sebelum mendapat bibir yang mengucapkanya

Angin kencang datang dari jiwa
Air berpusar dan gelombang naik
Memukul hati kita yang telanjang
Dan menyelimutinya dengan kegelapan

Sebab keinginan begitu kuat
Untuk menangkap cahaya
Maka kesunyianpun pecah
Dan yang tersembunyi menjelma

Kau disampingku
Aku disampingmu
Kata -kata adalah jembatan
Tapi yang mempertemukan

Adalah kalbu yang saling memandang

Komentar

Postingan populer dari blog ini

50 Quotes Cinta, Bijak, Membangun Fiersa Besari

Fiersa besari penulis muda berbakat yang sering dalam karyanya tercipta bangak quotes bijak. Kata-katanya puitis memotivasi hingga banyak dipajang di jadikan status Facebook dan semacamnya. Berikut ini kumpulan kata-kata bijak, quotes Fiersa Besari yang bisa Sahabat nikmati : "Ternyata memang benar, ketika pujian membuat seseorang besar kepala, ia tidak lagi besar hati untuk menerima saran." "Nyatakan perasaan, hentikan penyesalan, maafkan kesalahan, tertawakan kenangan, kejar impian. Hidup terlalu singkat untuk dipakai meratap." "Jangan cuma lihat senangnya, coba rasakan sedihnya. Hidup siapa pun tidak ada yang sempurna." "Kadang, yang terindah tak diciptakan untuk dimiliki. Cukup dipandangi dari jauh, lalu syukuri bahwa ia ada di sana untuk dikagumi dalam diam." "Dijaga, bukan dikekang. Dipeluk, bukan dicekik. Dipercayai, bukan dicurigai. Diperjuangkan, bukan dipaksakan." "Mungkin, kita terlalu pandai berpura-p

Contoh Materi Stand Up Lucu Tentang Cewek itu Ribet

Cewek itu Ribet Oleh: Bang Oong Gue nggak bermaksud merendahkan para cewek. Jujur, gue sangat respect sama cewek. Karena kalo nggak ada cewek, gak bakalan ada Ibu Kota. Adanya Bapak Kota. Maaf ... kurang lucu! Cewek itu makhluk yang ribet. Percaya atau nggak, tapi itu faktanya. Cewek nih, di mukanya ada jerewat aja, hebohnya minta ampun. "Aduuuh ... muka aku, muka aku!" teriaknya. "Mengapa muka lu?" tanya Bapaknya. "Ada jerawat ... tapi gede." "Itu bukan jerawat, tapi bisul pea!" sanggah Bapaknya. Tapi beneran, Jon. Cewek kalo di mukanya numbuh jerawat tuh langsung heboh, panik, kejang-kejang, ambeien, dan sebagainya. Padahal kan cuma numbuh jerawat. Ngapain panik? Kalo di mukanya numbuh pohon beringin kali, boleh dah panik. Karena bakalan serem. Malem-malem ada Kuntilanak meet up di mukanya. Pas mau berangkat sekolah juga, cewek mah ribet, Jon. Kalo cowok mau berangkat sekolah, ya simple. Pake baju seragam, c

Benarkah Kopi Sumber Inspirasi? Ini Rahasia Penulis Menyukai Kopi

Ternyata kopi memiliki banyak manfaat dalam proses pembuatan karya. Yuk, ketahui rahasianya! Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kopi besar. Karena fakta tersebut banyak rakyat Indonesia yang menjadi pencinta kopi. Selain rasanya yang enak, manfaatnya yang banyak pun menjadi daya tarik tersendiri. Setiap pencinta kopi memiliki alasan masing-masing untuk menyukai kopi, begitupun penulis. Sahabat sering dengar kan beberapa penulis menulis karyanya ditemani kopi. Ternyata kopi memang mempunyai efek tersendiri bagi mereka. Berikut adalah beberapa alasan mengapa penulis membutuhkan kopi saat hendak menulis : 1. Menambah Ide dan Inspirasi Ketika sedang menulis atau kehabisan ide biasanya kopi bisa menjadi inspirasi. Sebagian penulis mengaku jika dengan meminum kopi, entah datang dari mana inspirasi selalu saja ngalir. Mungkin itu efek kafein yang bisa menenangkan otak, kondisi pikiran tenang itulah yang mungkin mendatangkan inspirasi. 2. Meningkatkan Semangat Ka