Kwee Tek Hoay lahir di Bogor, 31 Juli 1886, meninggal 4 Juli 1952 di Cicurug, Bogor, Jawa Barat. Anak bungsu dari pasangan Kwee Tjdiam Hong dan Tan An Nio. Orang tuanya imigran dari desa Lam An, Provinsi Fujian, daratan Tiongkok, datang dan menetap di Bogor sebagai pedagang.
Kwee Tek Hoay adalah sastrawan Indonesia keturunan Tionghoa, banyak menulis tentang kehidupan masyarakat Tionghoa di Indonesia. Novelnya yang terkenal adalah Boenga Roos dari Tjikembang.
(Sumber: ensiklopedia.kemdikbud.go.id)
Di samping banyak mengungkapkan persoalan yang ada di lingkungan masyarakat keturunan Tionghoa, karya-karyanya juga menyentuh berbagai persoalan yang menyangkut masyarakat lain di luar kelompok Tionghoa, terutama masyarakat pribumi.
Karya-karya Kwee Tek Hoay
- Yashuk Ochida atawa Pembalesannja Satoe Prampuan Japan (novel, 1905)
- Djadi Korbannja Perempoean (novel, 1924)
- Boenga Roos dari Tjikembang (novel, 1927)
- Drama dari Krakatau (novel, 1928)
- Drama dari Boven Digoel (novel, 1929 - 1932)
- Drama dari Merapi (novel, 1929 - 1932)
- Semangat Boenga Tjempaka (novel, 1931)
- Pendekar dari Chapei (novel, 1932)
- Bajangan dari Kehidoepan jang Laloe (novel, 1932)
- Pengalaman Satoe Boenga Anjelier (novel, 1938)
- Asep Hio dan Kajoe Garoe (novel, 1940)
- Lelakon Boekoe (novel, 1940)
- Hoe Nona jang Bertopeng Biroe (novel, 1942)
- Drama di Lon Ireng (novel, 1933 - 1934)
- Allah Jang Palsoe (drama, 1919)
- Korbannja Kong Ek (drama, 1926)
- Plesiran di Hari Minggoe (drama, 1927)
- The Ordeal of General Chiang Kai Shek (1929)
- Pentjoeri (drama, 1935)
- Bingkisan Taon Baroe (drama, 1935)
- Bidji Lada (drama, 1936)
- Barang Berharga jang Paling Berharga (drama, 1936)
- Mahabhiniskramana (drama, 1937)
- Lelakonnja Boekoe (drama, 1940)
- Penghidoepan Satoe Panggung (1943)
Boenga Roos Dari Tjikembang adalah novel berbahasa Melayu rendah tahun 1927 yang ditulis oleh Kwee Tek Hoay. Buku tujuh belas bab ini menceritakan seorang manajer perkebunan bernama Oh Aij Tjeng (EYD: Oh Aiy Ceng) yang harus meninggalkan nyai (pasangan tanpa hubungan pernikahan) tercintanya, Marsiti, sehingga dia bisa menikah. Delapan belas tahun kemudian setelah putri Aij Teng, Lily meninggal, yang hendak menjadi anak-mertua Aij Tjeng, Bian Koen menemukan bahwa Marsiti memiliki seorang putri, Roosminah, yang sangat mirip dengan Lily. Bian Koen dan Roosminah lalu menikah.
Terinspirasi oleh lirik lagu berbahasa Inggris "If Those Lips Could Only Speak" (bahasa Indonesia: "Bila Bibir Itu Dapat Berbicara") dan sandiwara "Impian di Tengah Musim" karya William Shakespeare, Boenga Roos Bahasa Dari Tjikembang awalnya ditulis sebagai kisah garis akbar sebagai grup drama panggung Union Dalia.
Komentar
Posting Komentar